Jumat, 29 Agustus 2014

Peran Film Sebagai Media Sosialisasi Lingkungan: (Studi Etnograpic Content Analysis Terhadap Film Pendek Asian Development Bank “Save Water”) (Ahmad Toni)

Peran Film Sebagai Media Sosialisasi Lingkungan: (Studi Etnograpic Content Analysis Terhadap Film Pendek Asian Development Bank “Save Water”)

makalah ini dipresentasikan di seminar nasional UNISBA
Oleh: Ahmad Toni, M.I.Kom

Abstract

Movies in international relations can not be separated from the imaging of a country to realize the access to information can influence people, groups and other countries in instilling the ideology and interests. As the theme of the film in general is holding on to the genre standard, the Asian Development Bank as a lending institution to fund the development of lagging countries and developing countries start and courage in carrying the theme of environment and sustainability, especially the availability of clean water.
Keywords: movie, theme, Environment, Water.
A. Latar Belakang
Kerusakan lingkungan di negara-negera Asia diakibatkan oleh kondisi perekonomian yang lebih dijadikan skala ukuran pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dengan kondisi yang dicapai oleh negara-negara maju. Pada realitasnya, pembangunan ekonomi mematahkan segala pembangunan dalam sektor yang lebih besar, dimulai dari pembangunan karakter bangsa (Asia), pembangunan sektor penegakan hukum, pembangunan dalam sektor hak azazi manusia, hingga pembangunan yang berwawasan lingkungan, terutama pembangunan di negara berkembang.
Benua Asia yang terbentang luas dengan kondisi geografis yang khas didukung dengan sumber daya alam yang melimpah menjadi target bagi negara-negara lain, terutama Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa lainnya untuk melakukan ekploitasi. Selanjutnya negara adi daya yang menjadi sumber kekuatan ekonomi dunia mulai melirik menanamkan investasi dananya di negara-negara Asia, terutama negara-negara Asia tenggara. Indonesia misalnya, dengan segala kekayaan alam yang melimpah menjadi salah satu negara tujuan para kapitalis dunia untuk bisa mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Mengingat persoalan kerusakan lingkungan yang melanda beberapa negara akibat eksploitasi sumberdaya alam dan mineral yang pada ujungnya melahirkan sejumlah kerusakan lingkungan, beberapa propinsi yang mengalami kerusakan lingkungan ialah Bangka Belitung dengan ekploitasi timah, Papua dengan eksplotasi Freefort, Minahasa dan Nusa Tenggara dengan kehadiran Newmont dan yang menjadi sorotan masyarakat dewasa ini yakni kasus amblasnya pemukiman warga di Sidoharjo Jawa Timur akibat kecerobohan Lapindo dalam eksploitasi minyak dan gas. Pada kasus Lapindo, pemerintah dan pihak-pihak terkait saling lempar tanggung jawab untuk menyelesaikan beberapa persoalan ekonomi, sosial dan kemanusiaan dari kasus tersebut.  

B. Pembahasan
Gambaran Umum Asian Development Bank
ADB (Asian Development Bank) mempunyai visi adalah "wilayah Asia dan Pasifik yang bebas dari kemiskinan." Misi ADB adalah membantu negara-negara berkembang dan anggotanya mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kondisi hidup dan kualitas hidup. ADB adalah bank, pengembangan atas modal  multilateral, yang didedikasikan untuk mengurangi kemiskinan di Asia dan Pasifik melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan yang berkelanjutan lingkungan, dan integrasi regional. ADB didirikan pada tahun 1966 di bawah Perjanjian Pembentukan Bank Pembangunan Asia (Piagam), yang mengikat negara-negara anggota yang pemegang sahamnya. Pada tanggal 31 Desember 2010, ADB telah 67 anggota, yang 48 diambil dari Asia dan Pasifik. ADB berkantor pusat di Manila, Filipina dan memiliki kantor di seluruh dunia termasuk kantor perwakilan di Amerika Utara (Washington, DC), Eropa (Frankfurt), dan Jepang (Tokyo).
Guna memenuhi misinya, ADB mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial negara-negara berkembang anggotanya dengan cara dari berbagai kegiatan dan inisiatif. Proyek ADB ialah pinjaman keuangan dan program di wilayah-wilayah negara-negara berkembang dan anggotanya. Hal ini juga menyediakan bantuan teknis, hibah, jaminan, dan investasi ekuitas. ADB juga memfasilitasi dialog kebijakan, menyediakan jasa konsultasi, dan memobilisasi sumber daya keuangan melalui pendanaan bersama, operasi resmi, komersial, dan sumber-sumber kredit ekspor. Hal ini memaksimalkan dampak pembangunan dari bantuan tersebut.

Peran Film Sebagai Media Sosialisasi Lingkungan
Proses komunikasi massa pada intinya ialah proses penyampaian pesan dari komuikator kepada komunikan. Teori komunikasi massa “merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusional. Pesan merupakan suatu produk dan komoditi yang mempunyai nilai tukar, hubungan pengirim dan penerima lebih banyak satu arah”. (Denis McQuail: 33). Film merupakan salah satu dari media massa, film berperan sebagai sarana komunikasi yang digunakan untuk penyebaran hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat.
Karakteristik film sebagai usaha bisnis pertunjukan dalam pasar sebenarnya belum mampu mencakup segenap permasalahannya. Dalam sejarahnya film mempunyai tiga elemen besar diantaranya:
1.     Pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Film ialah sebagai upaya pencapaian tujuan nasional dan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan, realism, pengaruh emosional, dan popularitas. Bauran pengembangan unsur pesan dengan hiburan sebenarnya sudah lama diterapkan dalam kesusastraan dan drama (teater) namun unsur film jauh lebih sempurna dibandingkan dengan teater dari segi jangkauan penonton tanpa harus kehilangan kredibilitasnya.
2.     Munculnya beberapa aliran film diantaranya drama, dokumenter, dokudrama dan lain-lain.
3.     Memunculkan aliran dokumentasi sosial. Di samping itu, terdapat unsur-unsur ideologi dan propaganda yang terselubung dalam suatu film yang berasal dari fenomena yang tampaknya tidak tergantung pada ada atau tidaknya kebebasan masyarakat. Fenomena ini berakar dari keinginan untuk merefleksikan kondisi masyarakat.
Dalam melihat dan mengkaji isi media, banyak penelitian telah dilakukan dengan menggunakan berbagai perspektif teoritis. Gans (1979) dan Gitlin (1980) mengelompokan  pendekatan ini ke dalam beberapa kategori, yaitu:
1.     Isi media merefleksikan realitas sosial dengan sedikit atau tanpa distorsi. Pendekatan “mirror” ini beranggapan bahwa apa yang disiarkan media merupakan refleksi akurat tentang kenyataan sosial kepada audiens. Pendekatan “null effects”, juga beranggapan bahwa isi media menggambarkan kenyataan, namun kenyataan di sini merupakan hasil kompromi antara yang menjual informasi ke media dan yang membeli. Realitas kompromi ini kemudian menjadi bagian refleksi atas realitas di luar dan menjadi bagian dari realitas media itu sendiri.
2.     Isi media dipengaruhi oleh sosialisasi dan sikap para pekerja media. Pendekatan “communicator centered” ia mengatakan bahwa faktor psikologis pekerja media (seperti profesionalisme, sikap politik, dan lainnya) membuat mereka memproduksi realitas sosial dimana terdapat norma ikatan sosial, ide, atau perilaku yang “berbeda” diasingkan. Sosialisasi ini berhubungan erat dengan latarbelakang yang dimiliki oleh pelaku media. Dalam hal ini pelaku yang dimaksudkan ialah para pembuat film baik produser, kameramen, penata cahaya, penata artistik, penulis naskah, editing, terutama sutradara yang mempunyai kewenangan penuh atas suatu karya film.
3.     Isi media dipengaruhi oleh rutinitas isi media. Pendekatan ini menyatakan bahwa isi media dipengaruhi oleh bagaimana para pekerja media dan perusahaan mengorganisasikan diri mereka. Misalnya, ketika seorang sutradara film yang melalui karyanya rutin dan kontinu mepresentasikan tema perempuan, politik, persahabatan, budaya, anak-anak dan sebagainya.
4.     Isi media dipengaruhi oleh institusi sosial dan tekanan lainnya. Menurut pendekatan ini, faktor-faktor eksternal seperti ekonomi, tekanan budaya dan audiens ikut menentukan isi. Dalam hal pemodalan media film lebih ditentukan oleh produser sebagai penyandang dana dalam berproduksi sehingga istitusi Production House atau rumah produksi lebih banyak memberikan arahan tentang isi atau content cerita.
5.     Isi merupakan fungsi dari posisi ideologi dan fungsi mempertahankan status quo. Pendekatan teori hegemoni mengatakan bahwa isi media dipengaruhi oleh ideologi para pemilik kekuasaan di masyarakat. Media massa membawa ideologi yang konsisten dengan kepentingan para penguasa ekonomi. Para pemilik kekuasaan dalam masyarakat produksi film ialah sutaradara yang mempunyai tanggungjawab moral, material dan lain-lain berkaitan dengan karya film yang dihasilkannya. Latarbelakang pendidikan, organisasi, institusi yang menaunginya membawa ideologi dalam setiap karyanya.
Menurut Lang (Severin dan Tankard: 2008: 264) “media massa memaksakan pada isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat”. Pernyataan ini menunjukan adanya beberapa pengaruh sebagai terpaan pesan yang dikemas media massa untuk mempengaruhi khalayak sebagai perubahan pemikiran baik secara kognitif maupun behavior.
Media massa, terutama film mengemas pesan untuk menyoroti beberapa kejadian atau aktivitas masyarakat yang dianggap menonjol. Jenis isu film begantung dari pada visi dan misi production house (PH) selaku lembaga yang menentukan isu yang diangkat dalam sebuah tema film. Dalam kontek pembicaraan antar individu tokoh cerita media film dapat mempengaruhi persepsi akan pentingnya sebuah isu. Disamping dilakukan lewat beberapa simbol yang sifatnya sekunder sebagai bentuk pengemasan pesan. Imbasnya individu-individu yang terlibat dalam komunikasi massa akan dapat berbicara tentang kejadian dan aktivitas aspek cerita film.
Aspek pengaruh diakibatkan oleh pengirim pesan dan penerima pesan, dimana satu sama lainnya terjadi proses pelimpahan dan pembagian makna dalam proses pesan komunikasi. “Aspek pengalaman individual dengan pengalaman kolektif dalam segi pemakaian, sejauh mana hubungan dengan sumber (pesan), posisi pengirim ditinjau dari sudut penerima, dimensi interaktivitas pengirim dan penerima sebagai timbal balik antara pengirim dan penerima” (Denis McQuail: 2000: 23).
Dalam penghayatan pangaruh film terjadi proyeksi dan identifikasi. Menurut Parensi (2005: 6) “proses identifikasi dinyatakan dalam proyeksi dan identifikasi optik, penonton mengidentifikasi dirinya sebagai kameramen. Proyeksi dan identifikasi emosional, dimana perpindahan ruang berlangsung secara logis dan bermotivasi. Proyeksi dan identifikasi imajiner, penonton berada pada immajinatif tokoh-tokoh yang terlibat dalam kejadian”.

Festival Film dan Isu Lingkungan
Film yang dimaksudkan ialah film fiksi, film fiksi ialah film yang diproduksi berdasarkan atas ide dan gagasan seorang penulis naskah, bentuknya ialah imajinasi murni, hasil rekaan ide, dan tidak berdasarkan atas kronologis realitas murni. Sebagaimana dinyatakan oleh Pratista (2008: 6-7) “film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi menggunakan cerita rekaan diluar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadegan (fragmen) yang telah dirancang sejak awal. Film fiksi antara nyata dan abstrak, baik secara naratif maupun secara sinematik sering menggunakan pendekatan dokumenter”.
Selanjutnya Pratista (2008: 9-10) “adapun metode yang paling mudah kita gunakan untuk mengklasifikasi film adalah berdasarkan genre (jenis), seperti aksi, drama, horror, musical, western dan sebagainya”. Film pada dasarnya dilihat dari isi cerita dalam membagi jenis dan klasifikasinya dalam perkembangannya yang mulai banyak diproduksi. Dari masa ke masa film semakin berkembang demikian pula genrenya. Genre lahir dari tren dan dihasilkan pada selera masyarakat yang mewakilinya. Berikut skema induk genre film:
No
Genre Induk Primer
Genre Induk Sekunder

1
Aksi
Bencana
2
Drama
Biografi
3
Epic sejarah
Detektif
4
Fantasi
Film noir
5
Fiksi ilmiah
Melodrama
6
Horror
Olahraga
7
Komedi
Travelog/perjalanan
8
Kriminal dan gangster
Roman
9
Musical
Superhero
10
Petualangan
Supernatural
11
Perang
Spionase
12
Western
Thriller
 (Sumber, Pratista: 2005: 13)
Sementara Heru Nugroho (2001: 13) menyatakan bahwa “durasi film cerita (fiksi) pendek di bawah 60 menit. Film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seorang/sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film panjang. Film dengan durasi lebih dari 60 menit disebut film panjang”. selanjutnya “film pertama kali lahir di paruh kedua abad ke-19, dibuat dengan bahan dasar seluloid yang sangat mudah terbakar, bahkan oleh percikan abu rokok sekalipun. Sesuai perjalanan waktu, para ahli berlomba-lomba untuk menyempurnakan film agar lebih aman dan mudah diproduksi” (Nugroho: 2001: 21).
Dalam proses produksi kebutuhan shooting dengan melakukan perencanaan. Sebagaimana dalam Nugroho (2001: 29-39) antara lain:
1.     Script Breakdown, yakni berisi informasi tentang setiap adegan yang ada dalam film. Isinya meliputi; date, script version date, production company, breakdown page no, title, page count, location on set, scene no, int/ext, day/night, description, cast, wadrobe, extras/atmosphere, make up/hair do, stunt, vehicles/animal, props, set dressing, sound effect, musik, special equipment, production notes, dll.
2.     Jadwal shooting, yakni kumpulan adegan dan lokasi yang direncaanakan berdasarkan waktunya.
Adapun tim inti (Nugroho, 2001: 59-65) dalam pembuatan film ialah sebagai berikut:
1.     Produser, kepala depatemen produksi sebagai penggerak produksi film, terdiri atas; executive producer, Associate producer, producers, line producer.
2.     Director (sutradara), yakni menentukan konsep kreatif tentang arahan gaya pengambilan gambar.
3.     Manajer produksi, yakni sebagai coordinator harian yang mengatur kerja dan memaksimalkan potensi yang ada di seluruh departemen.
4.     Desainer produksi (art), yakni mendesain dan membuat sketsa untuk memvisualisasikan setiap shot.
5.     Director of Photography, yakni meraancang tata cahaya dan kamera berdasarkan atas arahan sutradara dan bagian lain.
Adapun festival film dengan berbagai tema yang diselenggarakan di Indonesia ialah:
No
Festival
Penyelenggara/Tempat
1
Festival Film Indonesia
Depbudpar/Jakarta
2
Shitos
Komunitas Lingkungan Hidup/Jakarta
3
FFD
Yogyakarta
4
Vagina Festival
Jakarta
4
FFB
Bandung
5
Indoc Festival
Indoc/Jakarta
6
Kine Club
Ditjen Budpar/Jakarta
7
ADB
Keberlangsungan air (lingkungan)
8
Dll
-
(Dari berbagai sumber)
Film Save Water Dalam Kajian ECA (Etnographic Content Analysis)
Macam dan jenis analisis isi banyak dipakai untuk metode penelitian yang difokuskan pada penelitian surat kabar untuk melihat berbagai persoalan isi media, baik dalam bentuk kewacanaan, politik, sosial, religious, konflik, pluralism dan sebagainya. Sebagaimana dinyatakan oleh Burhan Bungin (2010: 203) “analisis isi media kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang dapat berupa teks, gambar, simbol, dan sebagainya untuk meemahami budaya dari suatu konteks sosial tertentu”.
Persoalan teks media, baik berupa teks tertulis, gambar, simbol dan sebagainya termasuk dalam perkembangan teks audio-visual, televisi maupun film yang terekam dalam bingkai kamera audio-visual. Selanjutnya Bungin (2010: 203) menjelaskan bahwa “dokumen dalam analisis isi kualitatif adalah wujud dari representasi simbolik yang dapat direkam/didokumentasikan, analisis isi untuk memahmai makna, signifikansi dan revelansinya”.
David L. Altheide (Bungin, 2010: 203) lebih suka menggunakan istilah ethnographic content analysis “untuk menjelaskan model penelitian analisis isi kualitatif. Istilah ECA (ethnographic content analysis) sebenarnya adalah perpaduan (blend) antara metode analisis isi objektif (traditional notion of objective content analysis) dengan observasi partisipan”. Sementara Kriyantono (2008: 249) “dalam ECA periset (peneliti) berinteraksi dengan material-material dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara mendalam untuk mendapatkan konteksnya”.
Studi analisis isi bergantung atas beberapa validasi data atau dokumentasi yang dikategorikan. Sebagaimana dinyatakan oleh Deutschmann) “kategori-kategori; perang, pertahanan dan diplomasi, politik dan pemerintahan, kegiatan ekonomi, kejahatan, masalah moral masyarakat, kesehatan dan kesejahteraan, kecelakaan dan bencana, ilmu serta penemuan, pendidikan dan seni klasik, hiburan rakyat dan human interest” (Flournoy, 1986: 25-26).
Edelman dalam Eriyanto (2004:156-157) menyatakan bahwa “mensejajarkan framing dengan kategorisasi, kategorisasi merupakan abstraksi dan fungsi pikiran. Kategori, membantu manusia memahami realitas yang beragam dan tidak beraturan menjadi realitas yang memahami makna. Khalayak tidak sadar bahwa alam pikiran mereka dan kesadaran mereka telah didikte dalam sudut pandang tertentu sehingga tidak berpikir pada dimensi yang lain”. Sementara Hamad menyatakan bahwa (2010: 41) “dalam mengkonstruksi realitas, dpengaruhi faktor innocenity, internality, externality, para pihak mendayagunakan bahasa, mengatur fakta (framing)”.
Dalam ECA (Kriyantono 2010: 250) “peneliti dihadapkan pada beberapa hal yang menyangkut sistematis analisis isi sebagai guide kategorisasinya antara lain:
1.     Isi (Content)
2.     Process (pengemasan bentuk media)
3.     Emergency, yakni tahapan pembentukan secara bertahap dari sebuah pesan melalui interpretasi.
 Selanjutnya Bungin (2010: 203) menyatakan dengan jelas bahwa “apapun jenis teks gambar, termasuk gambar bergerak (moving image), haruslah memperhatikan beberapa hal, antara lain:
1.     Context, atau situasi sosial di seputar dokumen atau text yang diteliti.
2.     Procces, produksi media atau isi pesan dikreasi secara aktual dan diorganisasikan.
3.     Emergency, tahapan makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasinya.
Pamela J. Shoemaker dan Resse (Kriyantono, 2010: 251) memandang bahwa “terjadi pertarungan dalam memahami realitas dalam isi media yang disebabkan beberapa faktor:
1.     Latar belakang awak (crew) media.
2.     Rutinitas media (proses penentuan tema).
3.     Struktur organisasi (job-descriptions)
4.     Kekuatan ekstramedia, lingkungan sosial, politik, budaya, hukum, agama, khalayak dll)
5.     Ideologi (negara).

Pembacaan Frame Dalam Bingkai ECA
Dari rangkaian continuity (kesinambungan) frame diatas, terdapat sejumlah kelompok yang dilakukan dalam produksi, dalam hal ini frame kamera yang ditujukan dengan shot size (bentuk/ukuran shot) meliputi:
No
Shot Size
Urutan Frame
Moving-Remark
1
Big Close Up (BCU), Extreme Close Up (ECU)
1,2,5,6,12,14,16,17,19,20,21,22
Still
2
Close Up (CU)
3,10,15,18,23,25,28
Still
3
Medium Shot (MS), Midle Close Up (MCU)
4,7,8,9,11,13,24
Still
4
Medium Long Shot (MLS), Long Shot (LS)
26,27,29,30,31
Still, Zoom In

Sebagaimana dinyatakan oleh Naratama (2004: 74-75) bahwa “framing LS, MLS, MS, digunakan sebagai Landscape format yang mengantarkan mata penonton kepada keluasan suatu suasana dan objek serta untuk menggunakan bahasa tubuh untuk menjelaskan (mendukung) maksud”. Selanjutnya (Naratama, 2004: 76-78) “framing MCU, CU, BCU digunakan untuk profil, bahasa tubuh, emosi (ekspresi) terlihat lebih jelas (detail), ungkapan emosi dari objek utama, wujud ekspresi dan dapat digunakan untuk objek berupa benda”.
Tata gambar yang diambil berdasarkan lensa (lens) kamera ialah penatapan objek yang diharapkan mampu mewakili tatapan penonton terhadap objek yang dilihatnya. Dalam film Save Water, dominasi tatap (shot size) ECU, BCU dan CU, shot-shot yang demikian memperlihatkan dua penjabaran, diantaranya:
1.     Detail ekspresi yang dapat mewujudkan, emosi, ekspresi menikmati setiap tetes, setiap aliran air yang meresap kedalam kulit pemeran utama dalam film. Hal ini menggambarkan bagaimana berartinya air bagi tubuh manusia sebagai satu-satunya benda untuk dapat membersihkan tubuh dan mampu menentramkan dan melembabkan kulit secara alamiah.
2.     Bentuk pelecehan penonton kepada objek (pemeran utama) yang diwakilkan oleh sentuhan sutradara dan kameramen, dan atau sebaliknya bentuk pelecehan objek utama kepada penonton. Bentuk pelecehan itu ialah ketika dua orang saling berhadapan (dua orang, penonton dan objek/orang yang ditonton) dengan saling emosi, ekspresi, antara kedua bola mata saling beradu, maka yang timbul dalam jiwa (psikologi) masing-masing orang ialah ketersinggungan secara pribadi. Antara keduanya saling merasa dihinakan, dilecehkan dengan perilaku tersebut.
Tata gambar berikutnya ialah, LS, MLS, MS dalam film Save Water ialah, suatu situasi guna mengutarakan maksud background, suasana dan keterpaduan objek dalam menggunakan bahasa tubuh sebagai pendukung atas maksud pesan yang disampaikan. Berikut ini beberapa penjabaran dari continuity gambar diatas.
1.     Keterasingan objek dan lingkungan. Ada ketimpangan yang nyata antara objek dengan lingkungan, dimana disekitar sumur tersebut, terutama pohon yang digunakan sebagai latar setting tempat untuk melakukan adegan mandi tersebut terlihat begitu rindang. Sehingga ada logika cerita yang putus terpatahkan dengan sendirinya, ada kontradiksi antara cerita pesan yang disampaikan dengan situasi kondisi alam yang terjadi saat itu. Logikanya, ketika musim kesulitan air bersih seperti demikian dibeberapa daerah di Indonesia terjadi saat musim kemarau dengan ditandai dengan meragasnya daun-daun pohon sebagai upaya tumbuhan mempertahankan diri dari kondisi alam yang terjadi pada masanya.
2.     Bahasa warna (tune colour), warna kuning kecoklatan (jingga) dalam film tersebut guna menunjukan keadaan lembayung, senja hari. Ada dua hal yang terjadi akibat penggunaan warna jingga dalam film ini, antara lain:
a.     Harapan, jingga sebagai warna sore hari memberikan suatu kekhawatiran bagi semua manusia, kekhawatiran akan terjadi gelap malam yang menyelimuti. Kekhawatiran manusia untuk memnantikan esok hari. Dalam hal ini, manusia pada hakikatnya sudah khawatir dengaan siklus alam yang tidak menentu, jika kemudian manusia tidak sesegera memperbaiki kondisi dan kualitas alam dalam beberapa hal, terutama ketersediaan air bersih, maka manusia hanya bisa menantikan, berharap keadaan alam normal seperti sedia kala. Jika kerusakan (malam/gelap) selamanya menyelimuti bumi ini maka manusia tidak akan berjumpa lagi dengan pagi, dan jika manusia tidak segera sadar diri, peduli dengan lingkungan maka kerusakan lingkungan akan terus terjadi dan terus bertambah luas, maka untuk hidup dengan alam yang sehat hanya tinggal angan-angan semata.
b.     Kesia-siaan, sebagai sebuah isu, kerusakan lingkungan terus dikampanyekan diberbagai belahan dunia, dengan segala media menjadi alatnya, isu tentang lingkungan menjadi sebuah isu besar yang tidak dibarengi dengan perbaikan dan terkesan dibiarkan begitu saja.
Pada intinya, pergerakan tata kamera dilihat dari moving-nya (gerak kamera) dalam film ini bersifat statis, dikarenakan hampir semua shot size bersifat still (diam/statis) yang mencerminkan pola pikir proses produksi yang menunjukan keadaan atas konteks isu yang bersifat dinamis namun statis dalam penanganannya. Konteks isu lingkungan seolah-olah hanya menjadi trend dan komoditas wacana media, terutama media-media yang dimiliki oleh pemodal besar.

Analisa Peran Film Save Water dan Kontektualisasi
1.     Pembahasan tentang pencitraaan Asian Development Bank dengan festival film pendek.
a.     Kampanye hemat air
Bank Pembangunan Asia dalam kampanye air untuk masa yang akan datang ialah prospek pengembangan asian 2011. Pandangan analisis yang komprehensif dari suatu negara saat ini ialah ketersediaan air, hal ini yang harus dicapai oleh negara-negara di kawasan asia-pasifik.  Isu ini menjadi target untuk menteri keuangan dan perencanaan pembangunan, yang akan merekomendasikan panduan investasi dengan aturan pemerintah yang lebih baik untuk meningkatkan ketersediaan air pada masa mendatang. Hal ini dicetuskan bank pembangunan asia dan forum air Asia-Pasifik, sebelum KTT Asia-pasifik air 2 di januari 2012 di Bangkok, Thailand.
Dari sepuluh negara asia telah bergabung dalam upaya tim kolaboratif untuk menghasilkan Pembangunan Air Asia 2011 dan didukung oleh beberapa kawasan lainnya. Pada tahun 2009, tim ini merilis visi yang mengarahkan mereka pada isu ketersediaan air bersih, antara lain:
1.     Mendukung ekonomi produktif di bidang pertanian dan industri
2.     Mengembangkan bersemangat, kota layak huni
3.     Kembalikan sungai sehat dan ekosistem, dan
4.     Membangun masyarakat tangguh yang dapat beradaptasi terhadap perubahan
Kelima dimensi itu bertujuan untuk menginspirasi para pemimpin keuangan dan perencanaan pembangunan. Dengan berlandaskan ekonomi dan sosial untuk menjaga ketersediaan air berkaitan di seluruh aspek, rumah tangga, masyarakat, sektor ekonomi, kota, alur sungai, dan subregional semakin terintegrasi. Ketersediaan air sangat diperlukan untuk pangan dan keamanan energi dan industri yang lebih efisien dan pertanian.
Indeks dan analisis untuk lima dimensi kunci ketersediaan air ialah sebagai berikut:
1.     Ketersediaan air (rumah tangga). Diukur dengan akses persediaan air dan layanan sanitasi di masyarakat pedesaan dan perkotaan dan semua kelompok pendapatan.
2.     Ketersediaan air (ekonomi). Diukur dengan efisiensi dan produktivitas air-menggunakan sektor utama: pertanian, industri, dan anergi, dengan indikator baru dieksplorasi untuk efisiensi pengunaannya.
3.     Ketersediaan air (perkotaan). Diukur dengan efisiensi pasokan, pengolahan air yang digunakan, sistem drainase, dan keterlibatan publik.
4.     Kebersihan sungai. Diukur dari kapasitas DAS (Daerah Aliran Sungai) untuk mempertahankan fungsi dan layanan di bawah tekanan dan ancaman bagi polusi dan perubahan penggunaan lahan sungai.
5.     Ketahanan air. Diukur dengan risiko dan ketahanan dari air terkait bencana, yaitu banjir, kekeringan, badai.
b.     Penjualan isu lingkungan
Isu lingkungan terutama yang mengcakup hajat hidup orang banyak, yakni ketersediaan air bersih dan sistem sanitasi yang berakibat pada kesehatam masyarakat menjadi isu sentral yang dijual oleh ADB kepada negara-negara dunia ketika yang masih terbelit permasalahan tersebut. Sebagai contoh dalam film save water, dengan latar belakang kemiskinan dan pola hidup masyrakat pedesaan yang masih minim pengetahuan tentang sanitasi air, didorong dengan kultur dan pembangunan yang tidak memadai sebagai akibat pembagian perekonomian yang tidak sama antara daerah dan pusat. Sehingga pola pembangunan dan perencanaan pembangunan hanya bersifat sentralisasi dan tidak menyentuh arus bawah.
2.     Representasi ideologi (Ideologi Media)
a.     Proses pencitraan
Film save water pada hakikatnya ialah sebagai upaya pencitraan sebuah lembaga keuangan dunia yang berguna untuk menanamkan isu peduli terhadap perubahan iklim dan kemiskinan untuk menarik minat para menteri keuangan (pemerintah) dan badan perencanaan pembangunan, sebagai upaya untuk menyalurkan dana (utang) dan bantuan yang menjerat sebuah negara.
b.     Upaya penanaman ideologi
Dikarenakan jika sebuah negara menerima bantuan dan dana kucuran (utang) dengan membawa isu lingkungan sebagai keturutsertaan ADB untuk menjerat negara dalam pengelolaan Utang yang didasari kepedulian atas berbagai isu, baik kemiskinan, gender, pendidikan, lingkungan dan lain-lain.
c.     Upaya mempengaruhi negara
Pengaruh atas ADB pada suatu kawasan dan dibeberapa negara ialah sangat konkret dengan mengedepankan lingkungan. Ada dua kekkuatan yang diusung oleh ADB, pertama, ialah kekuatan kapitalisme dalam menjerat negara-negara dengan dana utang yang dikucurkan, kedua, kekuatan yang mengusung kepedulian terhadap isu-isu mendasar atas nilai-nilai kemanusiaan.
3.     Kontektualisasi

Ada dua hal yang mesti kita amati dalam peran ADB ketika suatu lembaga keuangan dunia mempunyai kepedulian terhadap isu-isu lingkungan dan menggunakan film sebagai media sosialisasinya. Pertama, kepedulian terhadap lingkungan sebagai bentuk kesadaran murni yang ditopang dengan semangat penanaman ideologi keuangan sebagai usaha menanamkan jerat pinjaman (utang) untuk membangun sebuah bangsa yang membangun dengan mengedepankan keberlangsungan lingkungan (ketersediaan air bersih dan sanitasi) dan atau isu-isu lainnya, seperti polusi dan transportasi, perubahan iklim, energy ramah lingkungan, gender, kemiskinan, urbanisasi dan lain-lain.
Kedua, proses membangun citra sebuah institusi keuangan dunia untuk bisa dipandang sebagai lembaga yang menyediakan anggaran pembangunan untuk dipinjamkan kepada negara anggotanya dengan persyaratan, dana talangan atau pinjaman tersebut digunakan berdasarkan semangat membangun lingkungan yang bersih, serta membangun isu-isu lainnya. Dalam  hal ini ada semacam penekanan dari ADB kepada negara peserta utang untuk mengelola dana pinjaman tersebut berdasarkan semangat keberlangsungan lingkungan hidup.

C. Kesimpulan dan Rekomendasi
Film save water pada hakikatnya digunakan oleh Asian Develovment Bank ialah dipergunakan sebagai alat propaganda dalam upaya menjerat negara-negara anggota ADB untuk meminjam dana pembangunan di dasarkan pada:
a.     Dilihat dari upaya jerat kapitalis dengan cara yang sosialis
1.     Isu lingkungan hidup
2.     Isu gender
3.     Isu pendidikan
4.     Dan lain-lain.
b.     Dilihat dari isi film, maka bentuk film dalam sosialisasi lingkungan merupakan bentuk pelecehan sekaligus penekanan ideologi ADB terhadap negara peminjam dana pembangunan.
c.     Dilihat dari upaya penanaman isu dengan berpendirian pada sisi sosial sebagai bentuk pemasaran produk pinjaman utang bagi negara-negara yang menjadi anggota untuk berada pada jerat utang yang dilakukannya.
Adapun dalam rekomendasi yang dihasilkan dari analisis di atas bagi negara-negara anggota maupun bagi ADB, ialah sebagai berikut:
1.     Isu lingkungan terutama ketersediaan air bersih dan sistem sanitasi hendaknya menjadi isu bersama yang harus ditanggulangi sesegera mungkin mengingat menyangkut kesehatan.
2.     Isu lingkungan yang diangkat oleh ADB bukan sekedar dijadikan sebagai alat propaganda ideologi dan kepentingan ekonomi semata tetapi sebagai bentuk kesadaran kemanusiaan.
3.     Kampanye isu lingkungan sebagai bentuk riil pencegahan global warming untuk keberlangsungan bumi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih. segera saya akan konfirmasi.