Wacana Kepemimpinan 2014 Di Media Massa “Konvensi
Calon Presiden Partai Demokrat”
Ahmad Toni
Fakultas
Ilmu Komunikasi Universitas Budiluhur
tulisan ini sudah dimuat di jurnal
Abstract
Democrats also makes a surprise when stripped by the
KPK (Corruption Eradication
Commission) made a breakthrough and a chance for the nation's cadre of leaders to audition
to be the leader of the country, proving that
it is not necessarily
a national leader of the party cadres.
Mass media become
part of the escort
of democracy and is
the highest institution in the country triad politics that
has forgotten its function. Media is able to oversee
high-profile cases involving the leadership and members
of legislative, executive,
judicial corruption that entangled.
Keyword: Discourse Leadership, Mass Media, the Democratic Convention
Keyword: Discourse Leadership, Mass Media, the Democratic Convention
A. Pendahuluan
Pergolakan
kepemimpinan nasional menjadi baromenter keberhasilan sejarah anak bangsa,
bahwa kepemimpinan nasional terbentuk dari zaman ke zaman di negeri ini,
kepeimpinan pemuda di dasari dengan kemunculan persatuan pemuda nasional
Indonesia, sumpah pemuda, kemerdekaan yang dimotori oleh para pemuda bangsa,
serta lahirnya sosok pemimpin nasional yang kemudian memproklamirkan Indonesia
sebagai bangsa yang merdeka, dimana peran sentral Soekarno-Hatta menjadi ujung
tombak lahirnya Indonesia yang bebas dari belenggu penjajahan. Peralihan
kepemimpinan Soeharto yang controversial juga menempatkan pemuda sebagai
indikator dalam pergolakan sejarah bangsa, rezim Soeharto yang memberikan
kemajuan bangsa dalam berbagai bidang juga tidak bisa dipungkiri, walaupun
meninggalkan sejumlah persaoalan baru pasca kemunculan reformasi yang dinilai
sebagai lahirnya Indonesia yang utuh dalam konteks demokrasi bangsa. Reformasi
dan era pasca reformasi melahirkan sejumlah undang-undang serta amandemen
Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Indonesia menjadi negara modern yang
menujunjung demokrasi yang bersumber kepada penempatan kepemimpinan bangsa
berada pada kekuasaan sejatinya, yakni rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia
memberikan suara secara langsung melalui mekanisme pemilu yang paling
demokratis di dunia. Bahwa Indonesia sudah mampu memilih pemimpin atas dasar
hati nurani setiap rakyatnya dan rakyat Indonesia berhak atas sejarahnya yang
dimanifestasikan lewat pemilihan pemimpin nasional, presiden secara langsung.
B. Teori dan Konsep
C. Metodologi
Paradigma
kritikal dalam strategi riset adalah “suatu analisis wacana kritis
(CDA-critical discourse analysis) dari Fairlaugh. Konsep penggunaan paradigma
kritikal adalah keharusan dipertimbangkannya aspek-aspek historis dan
faktor-faktor sosial, budaya dan ekonomi-politik, yang mempengaruhi maslah
sosial (social problem) yang menjadi masalah penelitian (research queation),
yakni perilaku media mengkonstruksikan partai-partai politik. berkenaan dengan
perilaku koran-koran nasional dalam mengkonstruksi partai-partai politik selama
musim kampanye”. (Hamad, 2004: vi-vii). Karena itu penelusuran atas keterkaitan
proses interaksi pers nasional dengan politik serta perkembangan ekonomi media.
Selanajutnya Hamad menyaatakan (2004: vii) bahwa “Penggambaran dalam kritikal analisis ialah
berdasarkan pada level teks, menemukan profil singkat masing-masing koran dan
pandangan para pengelolanya tentang partai politik dan situasi koran dan
pandangan para pengelolanya tentang situasinya, penjelasan mengenai faktor luar
yang berpengaruh (level sociocultural practice) dimana proses konstruksi yang
relative beda dari penggambaran partai politik”. Vincent Mosco (2004: 9)
menyatakan bahwa “ tiga karakter studi ekonomi politik media, realis, inklusif
dan kritis: pengaruh realis dengan proses kenyataan media, bahwa kehidupan
sosial tidak bisa dirangkum dalam satu teori, kepekaan terhadap perdebatan
multi perspektif dan lintas disiplin”. CDA dalam pandangan Fairclough (Nasir,
2007: 86-89) “bertumpu pada kaidah analisis berjenjang (multilevel analysis)
yang menghubungkan analisis pada jenjang mikro (teks) dan analisis meso dan
makro. Analisis teks meliputi (1) teks berita surat kabar (2) struktur
institusi media, dan (3) hubungan media dengan pemerintah (Indonesia).
Analisis
isi dalam konteks CDA mencoba untuk dalam kajian media massa bertolak atas
kehadiran beberapa hal, anatara lain (1) media content and structure, (2) bahwa
Discourse (D-besar) melihat pemakaian bahasa dalam sebuah sistem sosial
(sosio-linguistik), (3) keterpaduan (a) analisis teks (b) analisis proses
produksi, konsumsi dan distribusi teks (c) analisis sosiokultural. (Hamad,
2004: 31-35). Metode pendekatan
analisa dalam CDA ialah adanya sistem metode eklektif. Dalam pandangan Hamad
(2004: 36) “bahwa metode eklektif ialah penggabungan atas framing, semiotika
sosial dan fungsi agenda setting”. Artinya ada kemungkinan teoritis lainnya
dalam proses metode eklektif, bahwa metode ini mencoba untuk meramu dan
menggabungkan metode yang dapat diimplementasikan dan dicocokan dengan data
yang sesuai dengan penelitian. Menurut Gamson (Eriyanto, 2004: 221) untuk
menganaalisa sebuah gerakan sosial atau konstruksi sosial “paling tidak
membutuhkan tiga frame (1) Agregate frame: proses pendefinisian isu sebagai
masalah sosial (2) Consensus frame: mengkonstruksi perasaan dan identifikasi
dari individu untuk bertindak kolektif, (3) Collective action frame: mengikat
perasaan kolektif khalayak agar bisa terlibat secara bersama-sama dalam protes
atau gerakan sosial.
Menurut Halliday (1986:108), ada enam
konsep umum yang dapat dianggap sebagai komposisi esensial bahasa dalam teori
semiotik sosial. Konsep-konsep yang dimaksud adalah teks, situasi, variasi teks
atau disebut juga register, kode (code, dalam terminologi Bernstein), sistem
linguistik (termasuk di dalamnya sistem semantik), serta struktur sosial. (1).
Teks, (2) Situasi, (3) (4) Kode (5) Sistem bahasa, (6) Struktur social. Fungsi
agenda setting dalam sistem analisis ialah menjadikan teks menjadi semacam
penekanan atas sebuah isu, bahwa sebagaimana yang dinyatakan oleh McCombs dan
Shaw (1972) “asusmsi jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka
media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting”. Bahwa pada
dasarnya media yang mengkonstruksi realitas dengan berbagai cara dan
kepentingan lembaga media, media mmemberikan penekanan lebih kepada suatu isu
tertentu daripada isu lain yang jauh lebih penting dan lebih beragam.
Maka dalam penelitian ini analisa atas
dasar level wacana yang menjadi pedoman dalam menganalisa data penelitian
diwujudkan dalam bagan sebagai berikut:
No
|
Jenjang
|
Jenjang
Masalah
|
Metode
|
1
|
Mikro
|
Teks
(Surat Kabar)
|
Framing,
Semiotika Sosial, Agenda Setting
|
2
|
Meso
|
Discourse
Practice
|
Analisis
Wacana Media, Ekonomi Politik Media: Kepemimpinan 2014
|
3
|
Makro
|
Praktik
Sosial Budaya
|
Studi
Pustaka yang berdasarkan pada kontekstual teks
|
D.
Hasil Penelitian
Analisis
Teks (Mikro) Framing
No
|
Judul Berita Dan Media Online
|
Uraian Analisa (Framing Gamson)
|
||
Agregate frame
|
Consensus frame
|
Collective action frame
|
||
1
|
Hayono Isman
Ajak Mahasiswa Memiliki Semangat Gotong Royong (Sindonews.com, 22 September
2013)
|
Konsep Gotong
Royong yang pudar menjadi ancaman besar bangsa
|
Berpikir
ulang tentang gotong royong
|
Rekonstruksi
nilai-nilai gotong royong sebagai dasar perjuangan bangsa
|
2
|
Irman Gusman
Yakin Menang di Konvensi (Sindonews.com, 11 September 2013)
|
Perubahan
Bangsa
|
Sikap optimis
sebagai pelopor perubahan
|
Siapapun
berhak menjadi pelopor perubahan bangsa
|
3
|
Gubernur
Sulut Tak Gentar Ikut Konvensi Demokrat (Republika.co.id, 28 Agustus 2013)
|
Membangun dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menekan kemiskinan, membuka lapangan
kerja
|
Sikap optimis
untuk mengabdi
|
Siapapun
berhak mengabdi kepada negara
|
4
|
Marzuki Alie
Siap Terima Dana Sumbangan Konvensi (Republika.co.id, 17 September 2013)
|
Dana
transparan diketahui KPK
|
Donasi tidak
mengikat
|
Bersih, jujur
sesuai dengan koridor hukum
|
5
|
Mahfud MD
Pertimbangkan Ikut Konvensi Partai Demokrat (Mediaindonesia.com, 31 Juli
2013)
|
Kemajuan
proses pemilihan calon pemimpin nasional
|
Sikap
apresiasi untuk kemajuan bangsa
|
Bentuk
penghargaan kepada lembaga yang memberikan jalan bagi pemimpin untuk kemajuan
bangsa
|
6
|
Pramono
Edhie: Kalau Menang Saya yang Paling Kuat (Tempo.com, 4 Oktober 2013)
|
Buka
komunikasi dengan semua tokoh
|
Membuka
komunikasi
|
Kemajuan
bangsa ditentukan atas dasar komunikasi da koordinasi semua elemen/tokoh
bangsa
|
7
|
“Operasi
Batok” Endiartono di Konvensi Demokrat (Tempo.com, 21 Oktober 2013)
|
Tidak
memiliki popularitas
|
Membuka satu
rekening sumbangan
|
Transparasi
keuangan dengan koridor hukum
|
8
|
Gita Wiryawan
Tunggu Diberhentikan Presiden SBY (25 September 2013)
|
Mengundurkan
diri dari menteri
|
Inisiatif
sendiri
|
Keberanian
seseorang menjadi pemimpin bangsa atas inisiatif diri bukan paksaan
|
9
|
Konvensi
Demokrat, Anas Urbaningrum Unggulkan Dahlan Iskan (Kompas.com 27 September
2013)
|
Dahlan Iskan
lebih menonjol dari calon lain
|
Tiga lembaga
survey
|
Diperlukan
dukungan dari berbagai lembaga lain untuk menjadi pemimpin bangsa
|
10
|
Ikut Konvensi
Demokrat, Anies Baswedan Dicaci Maki (Merdeka.com 29 September 2013)
|
Diam melihat
kondisi bangsa atau ikut bertanggung jawab dan masuk ke pemerintahaan
|
Turun tangan
mengubah negara
|
Seseorang
yang mempunyai kapabilitas menjadi pemimpin harus maju mengubah negara
|
11
|
Ikut
Konvensi, Ali Masykur Musa Minta Doa Restu Warga Jember (Kompas.com 27
September 2013
|
Melanjutkan
pengabdian hidupnya
|
Meminta doa
restu
|
Simpati
warga/rakyat yang menjadi tulang punggung demokrasi
|
Analisis Tanda Semiotika Sosial
No
|
Judul Berita
|
Uraian Analisis (Semiotika
Sosial)
|
1
|
Hayono Isman
Ajak Mahasiswa Memiliki Semangat Gotong Royong (Sindonews.com, 22 September
2013)
|
Teks:
potensial aktualisasi dalam semantik ialah bahasa dan ucapan ialah bagaimana
konsep gotong royong diaplikasikan kembali dalam sistem sosial masyarakat
Indonesia
|
Situasi:
Dewasa ini kegiatan gotong royong dalam sistem masyarakat Indonesia berada
pada level yang memprihatinkan, masyarakat Indonesia lebih Individualis
|
||
Register: Mahasiswa menjadi contoh keteladanan
dalam kegiatan gotong royong, bahwa mahasiswa menjadi agen perubahan semangat
gotong royong
|
||
Kode: Budaya
gotong royong warisan nenek moyang bangsa Indonesia
|
||
Sistem
Bahasa: Ajakan kembali kedalam budaya nenek moyang bangsa
|
||
Struktur
Sosial: Kaum terpelajar, yakni mahasiswa sebagai agen perubahan sosial.
|
||
2
|
Irman Gusman
Yakin Menang di Konvensi (Sindonews.com, 11 September 2013)
|
Teks:
aktualisasi diri akan optimisme
|
Situasi:
Hotel
|
||
Register: untuk menjadi pemenang, sebagai salah
seorang anak bangsa yang optimis akan suatu perubahan
|
||
Kode: optimis
menang sebagai sebuah kemauan atau keinginan yang kuat
|
||
Sistem
Bahasa: ajakan mempunyai sikap optimism
|
||
Struktur
Sosial: Kaum birokrat sebagai representasi sistem sosial.
|
||
3
|
Gubernur
Sulut Tak Gentar Ikut Konvensi Demokrat (Republika.co.id, 28 Agustus 2013)
|
Teks:
aktualisasi diri akan sikap optimis
|
Situasi:
Wisma, tempat umum
|
||
Register:
optimis menang dalam konvensi
|
||
Kode: optimis
dengan pengalaman 43 tahun mengabdi pada bangsa
|
||
Sistem
Bahasa: mudah-mudahan berhasil, membangun kesejahteraan rakyat
|
||
Struktur
Sosial: Diskusi, kalangan birokrat
|
||
4
|
Marzuki Alie
Siap Terima Dana Sumbangan Konvensi (Republika.co.id, 17 September 2013)
|
Teks: aktualisasi
diri, membuka diri terhadap kalangan luar
|
Situasi:
tempat Pribadi
|
||
Register:
bersikap transparan sesuai dengan hukum
|
||
Kode: KPK
|
||
Sistem
Bahasa: asal terbuka dan konsultasi dengan KPK
|
||
Struktur
Sosial: Pribadi
|
||
5
|
Mahfud MD
Pertimbangkan Ikut Konvensi Partai Demokrat (Mediaindonesia.com, 31 Juli
2013)
|
Teks:
Pertimbangkan ikut konvensi
|
Situasi:
Lapas,
|
||
Register:
tidak menutup kkemungkinan
|
||
Kode: PKB
|
||
Sistem
Bahasa: masih banyak waktu berpikir untuk dirinya agar lebih matang
|
||
Struktur
Sosial: golongan (narapidana)
|
||
6
|
Pramono
Edhie: Kalau Menang Saya yang Paling Kuat (Tempo.com, 4 Oktober 2013)
|
Teks:
aktualisasi kekuatan diri untuk menang
|
Situasi:
Monas, umum
|
||
Register:
membuka komunikasi
|
||
Kode: Semua
Tokoh
|
||
Sistem Bahasa:
saya paling kuat
|
||
Struktur
Sosial: public
|
||
7
|
“Operasi
Batok” Endiartono di Konvensi Demokrat (Tempo.com, 21 Oktober 2013)
|
Teks:
menggalang dana dari masyarakat
|
Situasi:
bertandang ke kantor tempo
|
||
Register:
melakukan sosialisasi
|
||
Kode: “Operasi
batok”
|
||
Sistem
Bahasa: mendongkrang popularitas
|
||
Struktur
Sosial: media
|
||
8
|
Gita Wiryawan
Tunggu Diberhentikan Presiden SBY (25 September 2013)
|
Teks:
aktualisasi diri, tidak akan mundur dari konvensi partai Demokrat
|
Situasi: KTT
APEC (Bali)
|
||
Register:
antara menteri atau peserta konvensi
|
||
Kode: UI
|
||
Sistem
Bahasa: posisinya sebagai menteri di tengah keikutsertaan di konvensi
|
||
Struktur
Sosial: Pergaulan internasional, tokoh-tokoh dunia
|
||
9
|
Konvensi
Demokrat, Anas Urbaningrum Unggulkan Dahlan Iskan (Kompas.com 27 September
2013)
|
Teks:
aktualisasi dukungan dari mantang ketua umum partai demokrat
|
Situasi:
Senayan
|
||
Register:
popularitas dan elektabilitas dari tiga lembaga survey
|
||
Kode: Anas
Urbaningrum
|
||
Sistem
Bahasa: mempunyai kepantasan jadi capres (calon presiden)
|
||
Struktur
Sosial: nasional, lembaga negara
|
||
10
|
Ikut Konvensi
Demokrat, Anies Baswedan Dicaci Maki (Merdeka.com 29 September 2013)
|
Teks: meminta
dukungan masyarakat jawa timur
|
Situasi:
acara public
|
||
Register:
berbakti (ilmu) kepada masyarakat
|
||
Kode:
Universitas Jember
|
||
Sistem
Bahasa: taaruf kebangsaan
|
||
Struktur
Sosial: masyarakat umum, Jember
|
||
11
|
Ikut
Konvensi, Ali Masykur Musa Minta Doa Restu Warga Jember (Kompas.com 27
September 2013
|
Teks:
memutuskan untuk ikut turun tangan mengubah negara
|
Situasi:
acara public (terpelajar)
|
||
Register:
mengaku peduli pada negara
|
||
Kode: Rektor
(Paramadina)
|
||
Sistem
Bahasa: berdiam diri atau ikut bertanggung jawab pada negara
|
||
Struktur
Sosial: kaum terpelajar (kreatif)
|
Agenda Setting Media
Bahwa media nasional yang dalam
proses publikasinya menggunakan media online, mereka mengkonstruksi realitas
kepemimpinan nasional dalam konvensi partai Demokrat dengan memihak isu-isu
yang menyertai para capres di konvensi partai Demokrat. Penekanan atas sejumalh
semantik lewat kata-kata, frase dan kalimat yang halus atau pun vulgar (secara
langsung). Penekanan isu kepemimpinan yang digulirkan oleh partai demokrat
merupakan proses penyaringan pemimpin yang bersih di tengah kontroversi kader
partai yang banyak tersangkut kasus korupsi. Penonjolan isu atas konvensi
menjadi isu penting bagi media, secara logika hal tersebut sebenarnya
alternative untuk mendongkrak poluraitas dan ektebilitas partai Demokrat, namun
banyak media menjadikan isu tersebut sebagai isu kepemimpinan nasional yang
memberikan efek positif bagi recruitment kader-kader partai yang menginginkan
transparansi diri kepada konstituennya. Isu kepemimpinan nasional menjelang
2014 menjadi agenda bersama dan agenda besar yang harus dilaksanakan oleh
bangsa Indonesia dan media sebagai pilar terakhir dalam sistem trias politica
modern menjadi lembaga yang paling menentukan isu tersebut sebagai wacana
public dalam menentukan arah kehidupan bangsa Indonesia.
Analisis
Wacana Media (Messo)
Kepemimpinan
2014 Dalam Politik Ekonomi Media Di Indonesia
Politik ekonomi media memberikan
ranah ideologi media dalam proses pemberitaan media dalam perspektif
kepemimpinan 2014 bahwa media melakukan sistem politik praktisnya dalam
menjalankan diri sebagai penjagan sistem demokrasinya, konteks kepemimpinan
yang menjadi wacana media ialah bentuk konstruksi media atas isu kepemimpinan
dengan caranya masing-masing. Media yang ditopang oleh kapitalisme menjadi alat
atau instrument kekuasaan dalam konstruksi kepemimpinan nasional. Media
menjadikan diri sebagai kekuatan kepentingan untuk menentukan dan mengarahkan
public dalam memberikan kesan ciri-ciri pemimpin 2014. Artinya media dengan
kekuatan modalnya mencoba untuk mengkonstruksi opini public terhadap siapa yang
pantas memimpin bangsa Indonesia ini.
Kepemilikan media terlihat dalam
konstruksinya dalam analisa teks diatas, bahwa masing-masing media memberikan
kecenderungan dan penonjolan isu kepemimpinan yang beragam dilihat dalam
perspektif pemilik modal dan visi misi media tersebut. berikut bagan konstruksi
media terhadap pemberitaan kepemimpinan 2014 yang didasari oleh ideologi media.
Korelasi kekuasaan dengan media dalam perspektif ideologis media menjadikan
media dalam mengkontruksi realitas dengan bahasa yang halus, semi halus/frontal
dan frontal atau vulgar, media Indonesia menunjukan pada pemakaian yang semi
halus, pemberitaan Media Indonesia secara substantifnya menyerang kekuasaan
atau pemerintahan SBY namun dalam pemberitaannya menggunakan bahasa yang halus
dengan menghaidrkan Mahfud MD sebagai objek sumber, sementara Kompas dan
Republika lebih menonjolkan tokoh-tokoh yang lebih beroerientasi pada
nilai-nilai kebangsaan seperti Dahlan Iskan, Ali Masykur Musa dengan bahasa
yang halus, sopan dan mempunyai nilai-nilai propaganda untuk tokoh yang
diberitakannya sebagai penekanan atas pemeberitaannya, bahkan kompas berusaha
meunjukan keseimbangan pemberitaan konvensi dengan menghadirkan manta ketua
umum partai Demokrat. Tempo justeru mengusung lebih dalam dengan bahasa yang
semi halus untuk tokoh yang berasal dari militer sebagai konstruksi realitas
dan memberikan forsi besar dalam pemberitaannya, ada kecenderungan tempo untuk
memperkenalkan lebih jauh tokoh yang berasal dari militer. Merdeka.com memberikan
penekanan yang lebih kepada Anies Baswedan yang menggunakan kata frontal atau
vulgar yang lebih menekankan kea rah citra positif tokoh tersebut. Sementara
Sindo memberikan penekanan pemberitaan kepada tokoh-tokoh yang berasal dari
dareah seperti Hayono Isman, Irman Gusman yang kurang dikenal oleh public,
walalupun kiprah mereka dalam pemerintahan sudah tidak diragukan lagi.
Republika menjadikan dua tokoh dalam proses pemberitaan yang lebih menonjolkan
kader partai Demokrat sebagai penekanan dalam pemberitaan konvensi, Marzuki
Alie dan Sinyo Harry, ada semacam kecenderungan media ini untuk menempatkan dan
memposisikan diri sebagai media yang dekat dengan kekuasaan.
Kode-kode public seperti kampus,
gedung rakyat dan sejulah tempat lain dijadikan simbol pendekatan dalam merebut
kekuasaan, justeru rakyat juga adalah simbol atas kekuasaan sosial yang banyak
dipergunakan untuk merebut kekuasaan, bahwa public adalah simbol representasi
atas sejumlah tujuan kekuasaan, public sendiri seakan dijadikan subordinat dari
kekuasaan, mereka bukan dijadikan kode kekuasaan yang sejati, tapi mereka hanya
bagian dari instrument untuk menuju kekuasaan. Tokoh-tokoh yang diundang dalam
konvensi menempatkan rakyat sebagai objek dari agen perubahan, bukan sebagai
subjek agen perubahan, justeru sikap optimis para tokoh dalam konvensi hanya
diwujudkan pada beberapa kepentingan kecil bukan pada kepentingan yang besar
mengenai permasalahan bangsa ini.
Analisis
Praktek Sosial Budaya (Makro)
Kontekstual
Kepemimpinan Indonesia 2014
Bangsa Indonesia dinilai banyak
pihak mengalami krisis kepemimpinan sejak digulirkannya reformasi 1998,
kepemimpinan dalam berbagai bidang, baik yang termkatup dalam legislative,
yudikatif bahkan eksekutif. Dalam perjalanan sejarahnya, bangsa ini mempunyai sosok-sosok
pemimpin yang besar mulai dari pra kemerdekaan bahwa Dr. Soetomo dan pergolakan
menuju kemerdekaan bangsa ini mampu melahirkan pemimpin yang disegani oleh
rakyat dan dunia internasional, Soekaro, Muhammad Hatta, dan lain-lain. Lantar
kemunculan Soeharto yang memberikan harapan baru bagi pertumbuhan ekonomi
negara ini, walalpun banyak dihujat berbagai pihak. Sementara kehaidran
reformasi melahirkan kebebasan dalam menentukan pemimpin negeri ini bahwa
bangsa Indonesia yang besar harus menentukan pemimpinnya lewat kendaraan
politik. Banyak anak bangsa yang potensial menjadi pemimpin negeri ini tetapi
mereka tidak mempunyai kendaraan untuk menjadi pemimpin nasional lebih tepatnya
predisen Republik Indonesia.
Pada intinya kepemimpinan 2014
yang daiadakan lewat konvensi partai Demokrat ialah memberikan kesempatan yang
sama bagi anak bangsa yang berpotensial untuk menjadi presiden Republik
Indonesia yang akan diimplementasikan pada pemilu 2014. Terobosan baru bagi
partai politik dalam menggalang kader yang bukan berasal dari dalam partai,
karena banyak pihak menilai proses pengkaderan partai telah gagal untuk
memunculkan pemimpin baru yang berorientasi pada rakyat serta memegang teguh
kemajemukan sesuai dengan prinsip pancasila, bukan yang beroerientasi pada
golongan atau partainya semata. Beberapa hasil survey yang dilaksanakan oleh
lembaga survey justeru menunjukaan, individu yang bukan berasal dari partai
politik banyak menduduki peringkaat atas sebagai capres. Media massa di
Indonesia pun dalam proses konstruksi pemberitaan lebih condong memberikan
citra positif lewat diksi, kata, frase dan kalimat yang mereka pakai dalam
pemberitaan.
Kecenderungan penonjolan isu dan
wacana capres 2014 lebih menonjolkan tokoh-tokoh non partai daripada tokoh yang
berasal dari partai politik. dari sebelas tokoh yang diundang dalam konvensi
partai Demokrat justeru didonimansi anak bangsa yang konsistem melakukan
perubahan secara massif baik yang sudah diimplemntassikan dalam membenahi
kehidupan bangsa mapun yang belum terlaksana, seperti: Anis Baswedan, Ali
Masykur Musa, Mahfud MD, Gita Wiryawan, Dahlan Iskan, Marzuki Alie, Hayono
Isman. Irman Gusman, Sinyo Harry Sarundajang, Pramono Edhie, Endiaryono
Sutarto. Dari sejumlah nama tersebut yang merupakan kader partai demokrat hanya
Marzuki Alie, sementara Ali Masykur Musa dan mahfud MD adalah kader PKB, Hayono
Isman, Irman Gusman dan Sinyo
Harry adalah kader bangsa yang berasal dari pemerintahan disusul dengan Dahlan
Iskan sebagai bos media yang kemudian menjadi birokrat. Sementara kehadiran
kader yang berasal dari militer seperti Pramono Edhie dan Endiyarto Sutarto
menunjukan tradisi di partai Demokrat yang mempunyai kedekatan latar
belakangnya dengan militer yang mengantarkan SBY sebagai RI-1.
Referensi
Eriyanto, (2004), Analisis
Wacana, Pengantar Analisis teks Media, LKiS: 220-221, 1979.8966.99.6
Eriyanto, (2004), Analisis
Framing, Konstruksi, ideologi dan Politik Media, LKiS: 21, 979.9492.69.6
Golding, Peter and Murdock,
Graham, (1997), The Political economy of the Media, UK: Edward Elgar
Publishing; 1.85278.777.5
Halliday,
M.A.K., Language as social semiotic, Edward
Arnold, London New York Melbourne
Auckland, 108,
Hamad, Ibnu, (2004), Konstruksi
Realitas Politik Dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis
terhadap Berita-Berita Politik.
Granit; VI-VII, 31-35,
979.461.495.5
Mosco, Vincent, (1996), The
Political Economy of Communication, London: SAGE Publications; 9, 0.8039.8561.4
Nasir, Zulhasril, (2007), Kuasa
dan Harta keluarga Cendana, Media Politik-Ekonomi, Fisip UI Press; 86-89,
979.1040.01-x
Sudibyo, Agus, (2004), Ekonomi
Politik Media Penyiaran, LKiS;9, 979.3381.51.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih. segera saya akan konfirmasi.