Jumat, 12 September 2014

Wacana Kepemimpinan 2014 Di Media Massa “Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat” Ahmad Toni

Wacana Kepemimpinan 2014 Di Media Massa “Konvensi
Calon Presiden Partai Demokrat”


Ahmad Toni
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budiluhur


tulisan ini sudah dimuat di jurnal 


Abstract

Democrats also makes a surprise when stripped by the KPK (Corruption Eradication Commission) made ​​a breakthrough and a chance for the nation's cadre of leaders to audition to be the leader of the country, proving that it is not necessarily a national leader of the party cadres. Mass media become part of the escort of democracy and is the highest institution in the country triad politics that has forgotten its function. Media is able to oversee high-profile cases involving the leadership and members of legislative, executive, judicial corruption that entangled.
Keyword: Discourse Leadership, Mass Media, the Democratic Convention

A. Pendahuluan
Pergolakan kepemimpinan nasional menjadi baromenter keberhasilan sejarah anak bangsa, bahwa kepemimpinan nasional terbentuk dari zaman ke zaman di negeri ini, kepeimpinan pemuda di dasari dengan kemunculan persatuan pemuda nasional Indonesia, sumpah pemuda, kemerdekaan yang dimotori oleh para pemuda bangsa, serta lahirnya sosok pemimpin nasional yang kemudian memproklamirkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, dimana peran sentral Soekarno-Hatta menjadi ujung tombak lahirnya Indonesia yang bebas dari belenggu penjajahan. Peralihan kepemimpinan Soeharto yang controversial juga menempatkan pemuda sebagai indikator dalam pergolakan sejarah bangsa, rezim Soeharto yang memberikan kemajuan bangsa dalam berbagai bidang juga tidak bisa dipungkiri, walaupun meninggalkan sejumlah persaoalan baru pasca kemunculan reformasi yang dinilai sebagai lahirnya Indonesia yang utuh dalam konteks demokrasi bangsa. Reformasi dan era pasca reformasi melahirkan sejumlah undang-undang serta amandemen Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Indonesia menjadi negara modern yang menujunjung demokrasi yang bersumber kepada penempatan kepemimpinan bangsa berada pada kekuasaan sejatinya, yakni rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia memberikan suara secara langsung melalui mekanisme pemilu yang paling demokratis di dunia. Bahwa Indonesia sudah mampu memilih pemimpin atas dasar hati nurani setiap rakyatnya dan rakyat Indonesia berhak atas sejarahnya yang dimanifestasikan lewat pemilihan pemimpin nasional, presiden secara langsung.

B. Teori dan Konsep

C. Metodologi
Paradigma kritikal dalam strategi riset adalah “suatu analisis wacana kritis (CDA-critical discourse analysis) dari Fairlaugh. Konsep penggunaan paradigma kritikal adalah keharusan dipertimbangkannya aspek-aspek historis dan faktor-faktor sosial, budaya dan ekonomi-politik, yang mempengaruhi maslah sosial (social problem) yang menjadi masalah penelitian (research queation), yakni perilaku media mengkonstruksikan partai-partai politik. berkenaan dengan perilaku koran-koran nasional dalam mengkonstruksi partai-partai politik selama musim kampanye”. (Hamad, 2004: vi-vii). Karena itu penelusuran atas keterkaitan proses interaksi pers nasional dengan politik serta perkembangan ekonomi media. Selanajutnya Hamad menyaatakan (2004: vii)  bahwa “Penggambaran dalam kritikal analisis ialah berdasarkan pada level teks, menemukan profil singkat masing-masing koran dan pandangan para pengelolanya tentang partai politik dan situasi koran dan pandangan para pengelolanya tentang situasinya, penjelasan mengenai faktor luar yang berpengaruh (level sociocultural practice) dimana proses konstruksi yang relative beda dari penggambaran partai politik”. Vincent Mosco (2004: 9) menyatakan bahwa “ tiga karakter studi ekonomi politik media, realis, inklusif dan kritis: pengaruh realis dengan proses kenyataan media, bahwa kehidupan sosial tidak bisa dirangkum dalam satu teori, kepekaan terhadap perdebatan multi perspektif dan lintas disiplin”. CDA dalam pandangan Fairclough (Nasir, 2007: 86-89) “bertumpu pada kaidah analisis berjenjang (multilevel analysis) yang menghubungkan analisis pada jenjang mikro (teks) dan analisis meso dan makro. Analisis teks meliputi (1) teks berita surat kabar (2) struktur institusi media, dan (3) hubungan media dengan pemerintah (Indonesia). 
Analisis isi dalam konteks CDA mencoba untuk dalam kajian media massa bertolak atas kehadiran beberapa hal, anatara lain (1) media content and structure, (2) bahwa Discourse (D-besar) melihat pemakaian bahasa dalam sebuah sistem sosial (sosio-linguistik), (3) keterpaduan (a) analisis teks (b) analisis proses produksi, konsumsi dan distribusi teks (c) analisis sosiokultural. (Hamad, 2004: 31-35).  Metode pendekatan analisa dalam CDA ialah adanya sistem metode eklektif. Dalam pandangan Hamad (2004: 36) “bahwa metode eklektif ialah penggabungan atas framing, semiotika sosial dan fungsi agenda setting”. Artinya ada kemungkinan teoritis lainnya dalam proses metode eklektif, bahwa metode ini mencoba untuk meramu dan menggabungkan metode yang dapat diimplementasikan dan dicocokan dengan data yang sesuai dengan penelitian. Menurut Gamson (Eriyanto, 2004: 221) untuk menganaalisa sebuah gerakan sosial atau konstruksi sosial “paling tidak membutuhkan tiga frame (1) Agregate frame: proses pendefinisian isu sebagai masalah sosial (2) Consensus frame: mengkonstruksi perasaan dan identifikasi dari individu untuk bertindak kolektif, (3) Collective action frame: mengikat perasaan kolektif khalayak agar bisa terlibat secara bersama-sama dalam protes atau gerakan sosial.
Menurut Halliday (1986:108), ada enam konsep umum yang dapat dianggap sebagai komposisi esensial bahasa dalam teori semiotik sosial. Konsep-konsep yang dimaksud adalah teks, situasi, variasi teks atau disebut juga register, kode (code, dalam terminologi Bernstein), sistem linguistik (termasuk di dalamnya sistem semantik), serta struktur sosial. (1). Teks, (2) Situasi, (3) (4) Kode (5) Sistem bahasa, (6) Struktur social. Fungsi agenda setting dalam sistem analisis ialah menjadikan teks menjadi semacam penekanan atas sebuah isu, bahwa sebagaimana yang dinyatakan oleh McCombs dan Shaw (1972) “asusmsi jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting”. Bahwa pada dasarnya media yang mengkonstruksi realitas dengan berbagai cara dan kepentingan lembaga media, media mmemberikan penekanan lebih kepada suatu isu tertentu daripada isu lain yang jauh lebih penting dan lebih beragam.

Maka dalam penelitian ini analisa atas dasar level wacana yang menjadi pedoman dalam menganalisa data penelitian diwujudkan dalam bagan sebagai berikut:

No
Jenjang
Jenjang Masalah
Metode
1
Mikro
Teks (Surat Kabar)
Framing, Semiotika Sosial, Agenda Setting
2
Meso
Discourse Practice
Analisis Wacana Media, Ekonomi Politik Media: Kepemimpinan 2014
3
Makro
Praktik Sosial Budaya
Studi Pustaka yang berdasarkan pada kontekstual teks

D. Hasil Penelitian
Analisis Teks (Mikro) Framing

No
Judul Berita Dan Media Online
Uraian Analisa (Framing Gamson)
Agregate frame
Consensus frame
Collective action frame
1
Hayono Isman Ajak Mahasiswa Memiliki Semangat Gotong Royong (Sindonews.com, 22 September 2013)
Konsep Gotong Royong yang pudar menjadi ancaman besar bangsa
Berpikir ulang tentang gotong royong
Rekonstruksi nilai-nilai gotong royong sebagai dasar perjuangan bangsa
2
Irman Gusman Yakin Menang di Konvensi (Sindonews.com, 11 September 2013)
Perubahan Bangsa
Sikap optimis sebagai pelopor perubahan
Siapapun berhak menjadi pelopor perubahan bangsa
3
Gubernur Sulut Tak Gentar Ikut Konvensi Demokrat (Republika.co.id, 28 Agustus 2013)
Membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menekan kemiskinan, membuka lapangan kerja
Sikap optimis untuk mengabdi
Siapapun berhak mengabdi kepada negara
4
Marzuki Alie Siap Terima Dana Sumbangan Konvensi (Republika.co.id, 17 September 2013)
Dana transparan diketahui KPK
Donasi tidak mengikat
Bersih, jujur sesuai dengan koridor hukum
5
Mahfud MD Pertimbangkan Ikut Konvensi Partai Demokrat (Mediaindonesia.com, 31 Juli 2013)
Kemajuan proses pemilihan calon pemimpin nasional
Sikap apresiasi untuk kemajuan bangsa
Bentuk penghargaan kepada lembaga yang memberikan jalan bagi pemimpin untuk kemajuan bangsa
6
Pramono Edhie: Kalau Menang Saya yang Paling Kuat (Tempo.com, 4 Oktober 2013)
Buka komunikasi dengan semua tokoh
Membuka komunikasi
Kemajuan bangsa ditentukan atas dasar komunikasi da koordinasi semua elemen/tokoh bangsa
7
“Operasi Batok” Endiartono di Konvensi Demokrat (Tempo.com, 21 Oktober 2013)
Tidak memiliki popularitas
Membuka satu rekening sumbangan
Transparasi keuangan dengan koridor hukum
8
Gita Wiryawan Tunggu Diberhentikan Presiden SBY (25 September 2013)
Mengundurkan diri dari menteri
Inisiatif sendiri
Keberanian seseorang menjadi pemimpin bangsa atas inisiatif diri bukan paksaan
9
Konvensi Demokrat, Anas Urbaningrum Unggulkan Dahlan Iskan (Kompas.com 27 September 2013)
Dahlan Iskan lebih menonjol dari calon lain
Tiga lembaga survey
Diperlukan dukungan dari berbagai lembaga lain untuk menjadi pemimpin bangsa
10
Ikut Konvensi Demokrat, Anies Baswedan Dicaci Maki (Merdeka.com 29 September 2013)
Diam melihat kondisi bangsa atau ikut bertanggung jawab dan masuk ke pemerintahaan
Turun tangan mengubah negara
Seseorang yang mempunyai kapabilitas menjadi pemimpin harus maju mengubah negara
11
Ikut Konvensi, Ali Masykur Musa Minta Doa Restu Warga Jember (Kompas.com 27 September 2013
Melanjutkan pengabdian hidupnya
Meminta doa restu
Simpati warga/rakyat yang menjadi tulang punggung demokrasi

Analisis Tanda Semiotika Sosial
No
Judul Berita
Uraian Analisis (Semiotika Sosial)
 1
Hayono Isman Ajak Mahasiswa Memiliki Semangat Gotong Royong (Sindonews.com, 22 September 2013)
Teks: potensial aktualisasi dalam semantik ialah bahasa dan ucapan ialah bagaimana konsep gotong royong diaplikasikan kembali dalam sistem sosial masyarakat Indonesia
Situasi: Dewasa ini kegiatan gotong royong dalam sistem masyarakat Indonesia berada pada level yang memprihatinkan, masyarakat Indonesia lebih Individualis
Register:  Mahasiswa menjadi contoh keteladanan dalam kegiatan gotong royong, bahwa mahasiswa menjadi agen perubahan semangat gotong royong
Kode: Budaya gotong royong warisan nenek moyang bangsa Indonesia
Sistem Bahasa: Ajakan kembali kedalam budaya nenek moyang bangsa
Struktur Sosial: Kaum terpelajar, yakni mahasiswa sebagai agen perubahan sosial.
 2
Irman Gusman Yakin Menang di Konvensi (Sindonews.com, 11 September 2013)
Teks: aktualisasi diri akan optimisme
Situasi: Hotel
Register:  untuk menjadi pemenang, sebagai salah seorang anak bangsa yang optimis akan suatu perubahan
Kode: optimis menang sebagai sebuah kemauan atau keinginan yang kuat
Sistem Bahasa: ajakan mempunyai sikap optimism
Struktur Sosial: Kaum birokrat sebagai representasi sistem sosial.
 3
Gubernur Sulut Tak Gentar Ikut Konvensi Demokrat (Republika.co.id, 28 Agustus 2013)
Teks: aktualisasi diri akan sikap optimis
Situasi: Wisma, tempat umum
Register: optimis menang  dalam konvensi
Kode: optimis dengan pengalaman 43 tahun mengabdi pada bangsa
Sistem Bahasa: mudah-mudahan berhasil, membangun kesejahteraan rakyat
Struktur Sosial: Diskusi, kalangan birokrat
4
Marzuki Alie Siap Terima Dana Sumbangan Konvensi (Republika.co.id, 17 September 2013)
Teks: aktualisasi diri, membuka diri terhadap kalangan luar
Situasi: tempat Pribadi
Register: bersikap transparan sesuai dengan hukum
Kode: KPK
Sistem Bahasa: asal terbuka dan konsultasi dengan KPK
Struktur Sosial: Pribadi
5
Mahfud MD Pertimbangkan Ikut Konvensi Partai Demokrat (Mediaindonesia.com, 31 Juli 2013)
Teks: Pertimbangkan ikut konvensi
Situasi: Lapas,
Register: tidak menutup kkemungkinan
Kode:  PKB
Sistem Bahasa: masih banyak waktu berpikir untuk dirinya agar lebih matang
Struktur Sosial: golongan (narapidana)
6
Pramono Edhie: Kalau Menang Saya yang Paling Kuat (Tempo.com, 4 Oktober 2013)
Teks: aktualisasi kekuatan diri untuk menang
Situasi: Monas, umum
Register: membuka komunikasi
Kode: Semua Tokoh
Sistem Bahasa: saya paling kuat
Struktur Sosial: public
7
“Operasi Batok” Endiartono di Konvensi Demokrat (Tempo.com, 21 Oktober 2013)
Teks: menggalang dana dari masyarakat
Situasi: bertandang ke kantor tempo
Register: melakukan sosialisasi
Kode: “Operasi batok”
Sistem Bahasa: mendongkrang popularitas
Struktur Sosial: media
8
Gita Wiryawan Tunggu Diberhentikan Presiden SBY (25 September 2013)
Teks: aktualisasi diri, tidak akan mundur dari konvensi partai Demokrat
Situasi: KTT APEC (Bali)
Register: antara menteri atau peserta konvensi
Kode: UI
Sistem Bahasa: posisinya sebagai menteri di tengah keikutsertaan di konvensi
Struktur Sosial: Pergaulan internasional, tokoh-tokoh dunia
9
Konvensi Demokrat, Anas Urbaningrum Unggulkan Dahlan Iskan (Kompas.com 27 September 2013)
Teks: aktualisasi dukungan dari mantang ketua umum partai demokrat
Situasi: Senayan
Register: popularitas dan elektabilitas dari tiga lembaga survey
Kode: Anas Urbaningrum
Sistem Bahasa: mempunyai kepantasan jadi capres (calon presiden)
Struktur Sosial: nasional, lembaga negara
10
Ikut Konvensi Demokrat, Anies Baswedan Dicaci Maki (Merdeka.com 29 September 2013)
Teks: meminta dukungan masyarakat jawa timur
Situasi: acara public
Register: berbakti (ilmu) kepada masyarakat
Kode: Universitas Jember
Sistem Bahasa: taaruf kebangsaan
Struktur Sosial: masyarakat umum, Jember
11
Ikut Konvensi, Ali Masykur Musa Minta Doa Restu Warga Jember (Kompas.com 27 September 2013
Teks: memutuskan untuk ikut turun tangan mengubah negara
Situasi: acara public (terpelajar)
Register: mengaku peduli pada negara
Kode: Rektor (Paramadina)
Sistem Bahasa: berdiam diri atau ikut bertanggung jawab pada negara
Struktur Sosial: kaum terpelajar (kreatif)

Agenda Setting Media
Bahwa media nasional yang dalam proses publikasinya menggunakan media online, mereka mengkonstruksi realitas kepemimpinan nasional dalam konvensi partai Demokrat dengan memihak isu-isu yang menyertai para capres di konvensi partai Demokrat. Penekanan atas sejumalh semantik lewat kata-kata, frase dan kalimat yang halus atau pun vulgar (secara langsung). Penekanan isu kepemimpinan yang digulirkan oleh partai demokrat merupakan proses penyaringan pemimpin yang bersih di tengah kontroversi kader partai yang banyak tersangkut kasus korupsi. Penonjolan isu atas konvensi menjadi isu penting bagi media, secara logika hal tersebut sebenarnya alternative untuk mendongkrak poluraitas dan ektebilitas partai Demokrat, namun banyak media menjadikan isu tersebut sebagai isu kepemimpinan nasional yang memberikan efek positif bagi recruitment kader-kader partai yang menginginkan transparansi diri kepada konstituennya. Isu kepemimpinan nasional menjelang 2014 menjadi agenda bersama dan agenda besar yang harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dan media sebagai pilar terakhir dalam sistem trias politica modern menjadi lembaga yang paling menentukan isu tersebut sebagai wacana public dalam menentukan arah kehidupan bangsa Indonesia.

Analisis Wacana Media (Messo)
Kepemimpinan 2014 Dalam Politik Ekonomi Media Di Indonesia
Politik ekonomi media memberikan ranah ideologi media dalam proses pemberitaan media dalam perspektif kepemimpinan 2014 bahwa media melakukan sistem politik praktisnya dalam menjalankan diri sebagai penjagan sistem demokrasinya, konteks kepemimpinan yang menjadi wacana media ialah bentuk konstruksi media atas isu kepemimpinan dengan caranya masing-masing. Media yang ditopang oleh kapitalisme menjadi alat atau instrument kekuasaan dalam konstruksi kepemimpinan nasional. Media menjadikan diri sebagai kekuatan kepentingan untuk menentukan dan mengarahkan public dalam memberikan kesan ciri-ciri pemimpin 2014. Artinya media dengan kekuatan modalnya mencoba untuk mengkonstruksi opini public terhadap siapa yang pantas memimpin bangsa Indonesia ini.
Kepemilikan media terlihat dalam konstruksinya dalam analisa teks diatas, bahwa masing-masing media memberikan kecenderungan dan penonjolan isu kepemimpinan yang beragam dilihat dalam perspektif pemilik modal dan visi misi media tersebut. berikut bagan konstruksi media terhadap pemberitaan kepemimpinan 2014 yang didasari oleh ideologi media. Korelasi kekuasaan dengan media dalam perspektif ideologis media menjadikan media dalam mengkontruksi realitas dengan bahasa yang halus, semi halus/frontal dan frontal atau vulgar, media Indonesia menunjukan pada pemakaian yang semi halus, pemberitaan Media Indonesia secara substantifnya menyerang kekuasaan atau pemerintahan SBY namun dalam pemberitaannya menggunakan bahasa yang halus dengan menghaidrkan Mahfud MD sebagai objek sumber, sementara Kompas dan Republika lebih menonjolkan tokoh-tokoh yang lebih beroerientasi pada nilai-nilai kebangsaan seperti Dahlan Iskan, Ali Masykur Musa dengan bahasa yang halus, sopan dan mempunyai nilai-nilai propaganda untuk tokoh yang diberitakannya sebagai penekanan atas pemeberitaannya, bahkan kompas berusaha meunjukan keseimbangan pemberitaan konvensi dengan menghadirkan manta ketua umum partai Demokrat. Tempo justeru mengusung lebih dalam dengan bahasa yang semi halus untuk tokoh yang berasal dari militer sebagai konstruksi realitas dan memberikan forsi besar dalam pemberitaannya, ada kecenderungan tempo untuk memperkenalkan lebih jauh tokoh yang berasal dari militer. Merdeka.com memberikan penekanan yang lebih kepada Anies Baswedan yang menggunakan kata frontal atau vulgar yang lebih menekankan kea rah citra positif tokoh tersebut. Sementara Sindo memberikan penekanan pemberitaan kepada tokoh-tokoh yang berasal dari dareah seperti Hayono Isman, Irman Gusman yang kurang dikenal oleh public, walalupun kiprah mereka dalam pemerintahan sudah tidak diragukan lagi. Republika menjadikan dua tokoh dalam proses pemberitaan yang lebih menonjolkan kader partai Demokrat sebagai penekanan dalam pemberitaan konvensi, Marzuki Alie dan Sinyo Harry, ada semacam kecenderungan media ini untuk menempatkan dan memposisikan diri sebagai media yang dekat dengan kekuasaan.
Kode-kode public seperti kampus, gedung rakyat dan sejulah tempat lain dijadikan simbol pendekatan dalam merebut kekuasaan, justeru rakyat juga adalah simbol atas kekuasaan sosial yang banyak dipergunakan untuk merebut kekuasaan, bahwa public adalah simbol representasi atas sejumlah tujuan kekuasaan, public sendiri seakan dijadikan subordinat dari kekuasaan, mereka bukan dijadikan kode kekuasaan yang sejati, tapi mereka hanya bagian dari instrument untuk menuju kekuasaan. Tokoh-tokoh yang diundang dalam konvensi menempatkan rakyat sebagai objek dari agen perubahan, bukan sebagai subjek agen perubahan, justeru sikap optimis para tokoh dalam konvensi hanya diwujudkan pada beberapa kepentingan kecil bukan pada kepentingan yang besar mengenai permasalahan bangsa ini.

Analisis Praktek Sosial Budaya (Makro)
Kontekstual Kepemimpinan Indonesia 2014
Bangsa Indonesia dinilai banyak pihak mengalami krisis kepemimpinan sejak digulirkannya reformasi 1998, kepemimpinan dalam berbagai bidang, baik yang termkatup dalam legislative, yudikatif bahkan eksekutif. Dalam perjalanan sejarahnya, bangsa ini mempunyai sosok-sosok pemimpin yang besar mulai dari pra kemerdekaan bahwa Dr. Soetomo dan pergolakan menuju kemerdekaan bangsa ini mampu melahirkan pemimpin yang disegani oleh rakyat dan dunia internasional, Soekaro, Muhammad Hatta, dan lain-lain. Lantar kemunculan Soeharto yang memberikan harapan baru bagi pertumbuhan ekonomi negara ini, walalpun banyak dihujat berbagai pihak. Sementara kehaidran reformasi melahirkan kebebasan dalam menentukan pemimpin negeri ini bahwa bangsa Indonesia yang besar harus menentukan pemimpinnya lewat kendaraan politik. Banyak anak bangsa yang potensial menjadi pemimpin negeri ini tetapi mereka tidak mempunyai kendaraan untuk menjadi pemimpin nasional lebih tepatnya predisen Republik Indonesia.
Pada intinya kepemimpinan 2014 yang daiadakan lewat konvensi partai Demokrat ialah memberikan kesempatan yang sama bagi anak bangsa yang berpotensial untuk menjadi presiden Republik Indonesia yang akan diimplementasikan pada pemilu 2014. Terobosan baru bagi partai politik dalam menggalang kader yang bukan berasal dari dalam partai, karena banyak pihak menilai proses pengkaderan partai telah gagal untuk memunculkan pemimpin baru yang berorientasi pada rakyat serta memegang teguh kemajemukan sesuai dengan prinsip pancasila, bukan yang beroerientasi pada golongan atau partainya semata. Beberapa hasil survey yang dilaksanakan oleh lembaga survey justeru menunjukaan, individu yang bukan berasal dari partai politik banyak menduduki peringkaat atas sebagai capres. Media massa di Indonesia pun dalam proses konstruksi pemberitaan lebih condong memberikan citra positif lewat diksi, kata, frase dan kalimat yang mereka pakai dalam pemberitaan.
Kecenderungan penonjolan isu dan wacana capres 2014 lebih menonjolkan tokoh-tokoh non partai daripada tokoh yang berasal dari partai politik. dari sebelas tokoh yang diundang dalam konvensi partai Demokrat justeru didonimansi anak bangsa yang konsistem melakukan perubahan secara massif baik yang sudah diimplemntassikan dalam membenahi kehidupan bangsa mapun yang belum terlaksana, seperti: Anis Baswedan, Ali Masykur Musa, Mahfud MD, Gita Wiryawan, Dahlan Iskan, Marzuki Alie, Hayono Isman. Irman Gusman, Sinyo Harry Sarundajang, Pramono Edhie, Endiaryono Sutarto. Dari sejumlah nama tersebut yang merupakan kader partai demokrat hanya Marzuki Alie, sementara Ali Masykur Musa dan mahfud MD adalah kader PKB, Hayono Isman,  Irman Gusman dan Sinyo Harry adalah kader bangsa yang berasal dari pemerintahan disusul dengan Dahlan Iskan sebagai bos media yang kemudian menjadi birokrat. Sementara kehadiran kader yang berasal dari militer seperti Pramono Edhie dan Endiyarto Sutarto menunjukan tradisi di partai Demokrat yang mempunyai kedekatan latar belakangnya dengan militer yang mengantarkan SBY sebagai RI-1.


Referensi
Eriyanto, (2004), Analisis Wacana, Pengantar Analisis teks Media, LKiS: 220-221, 1979.8966.99.6

Eriyanto, (2004), Analisis Framing, Konstruksi, ideologi dan Politik Media, LKiS: 21, 979.9492.69.6

Golding, Peter and Murdock, Graham, (1997), The Political economy of the Media, UK: Edward Elgar Publishing; 1.85278.777.5

Halliday, M.A.K., Language as social semiotic, Edward Arnold, London New York Melbourne Auckland, 108,

Hamad, Ibnu, (2004), Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-Berita Politik.  Granit; VI-VII, 31-35,  979.461.495.5

Mosco, Vincent, (1996), The Political Economy of Communication, London: SAGE Publications; 9, 0.8039.8561.4

Nasir, Zulhasril, (2007), Kuasa dan Harta keluarga Cendana, Media Politik-Ekonomi, Fisip UI Press; 86-89, 979.1040.01-x

Sudibyo, Agus, (2004), Ekonomi Politik Media Penyiaran, LKiS;9, 979.3381.51.5


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih. segera saya akan konfirmasi.